Drug Related Problem

Menurut Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE), Drug-related problem (DRP) merupakan suatu kejadian atau keadaan pada terapi obat yang secara aktual atau potensial mengganggu outcome kesehatan yang diharapkan. Istilah lainnya yang hampir serupa adalah drug therapy problem (DTP). DTP didefinisikan sebagai:

drug therapy problem is any undesirable event experienced by a patient that involves, or is suspected to involve, drug therapy, and that interferes with achieving the desired goals of therapy and requires professional judgment to resolve.

Seperti halnya penyakit, DRP juga harus diidentifikasi dan diselesaikan karena juga dapat menimbulkan konsekuensi bagi pasien. DRP bagi apoteker/farmasis serupa dengan masalah klinis bagi dokter; keduanya sama-sama mewakili tanggung jawab masing-masing profesi di dalam pelayanan kesehatan. Setiap DRP memiliki tiga komponen utama, yakni:

  • Adanya kejadian/risiko kejadian yang tidak diinginkan yang dialami pasien. Masalah dapat terjadi dalam bentuk keluhan, tanda, gejala, diagnosis, penyakit, gangguan, parameter laboratorium abnormal, maupun sindrom
  • Terapi obat (obat dan/atau regimen dosisnya) berhubungan dengan masalah tersebut
  • Adanya hubungan antara kejadian tidak diharapkan dengan terapi obat. Hubungan ini dapat berupa konsekuensi terapi obat atau kebutuhan untuk menambah/memodifikasi terapi obat untuk menyelesaikan/mencegahnya.

Menurut Cipolle, et al. dalam buku Pharmaceutical Care Practice: The Patient Centered Approach to
Medication Management Services,
masalah terkait obat terjadi karena tidak terpenuhinya empat domain kebutuhan terkait obat yakni:

  • Indikasi (berkaitan dengan 1) terapi obat tidak dibutuhkan; 2) terapi obat tambahan dibutuhkan)
  • Efektivitas (berkaitan dengan 3) obat tidak efektif; 4) dosis terlalu rendah)
  • Keamanan (berkaitan dengan 5) reaksi obat merugikan; 6) dosis terlalu tinggi)
  • Kepatuhan (berkaitan dengan 7) ketidakpatuhan)

Selanjutnya, berikut merupakan klasifikasi DTP menurut Cipolle, et al. dan penyebab umumnya.

1.Terapi obat tidak dibutuhkan

Penyebab umum masalah ini adalah:

  • duplikasi terapi (beberapa obat digunakan untuk kondisi yang membutuhkan terapi tunggal)
  • terapi tanpa indikasi
  • terapi non-obat lebih tepat
  • adiksi
  • pengobatan reaksi merugikan obat yang dapat dihindari (terapi digunakan untuk mengobati reaksi obat merugikan yang sebenarnya dapat dicegah)

Contoh: Peresepan multivitamin yang tidak dibutuhkan oleh pasien.

2.Terapi obat tambahan dibutuhkan

Penyebab umum masalah ini adalah:

  • Terapi pencegahan (dibutuhkan untuk mengurangi risiko penyakit lain)
  • Penyakit tidak diterapi
  • Terapi sinergistik (penyakit memerlukan tambahan obat untuk memperoleh efek sinergis)

Contoh: peresepan aspirin untuk mencegah stroke berulang atau prevensi sekunder serangan jantung

3.Obat tidak efektif

Penyebab umum masalah ini adalah:

  • obat yang lebih efektif tersedia
  • kondisi yang tidak mempan dengan obat tertentu
  • bentuk sediaan obat tidak tepat
  • kontraindikasi
  • obat tidak diindikasikan untuk penyakit tersebut

Contoh: terapi tukak peptik dulunya adalah antasid (pada 1970-an). Satu dekade berikutnya, antagonis reseptor H2 (cimetidine, ranitidine) menjadi pilihan utama. Belakangan, diketahui bahwa penghambat pompa proton lebih efektif untuk pengobatan tukak pepti.

4.Dosis terlalu rendah

Penyebab umum masalah ini antara lain:

  • Dosis tidak efektif (dosis terlalu rendah untuk mencapai respons yang diharapkan)
  • Memerlukan pemantauan tambahan
  • Frekuensi pemberian tidak tepat
  • Rute/metode pemberian tidak tepat
  • Interaksi obat (adanya interaksi obat yang menurunkan kadar obat aktif, sehingga menurunkan efektivitas obat
  • Penyimpanan tidak tepat
  • Durasi pemberian tidak tepat (terlalu singkat)

Contoh: dosis Glipizide 10 mg/hari terlalu rendah untuk mengontrol kadar glukosa darah pasien.

5.Reaksi obat merugikan

Penyebabnya antara lain:

  • Efek obat tidak diharapkan (yang tidak berhubungan dengan dosis)
  • Obat tidak aman bagi pasien
  • Interaksi obat (menyebabkan reaksi tidak diharapkan yang tidak terkait dosis)
  • Pemberian tidak tepat (sehingga menyebabkan reaksi obat merugikan)
  • Reaksi alergi
  • Peningkatan/penurunan dosis obat terlalu cepat

Contoh: pasien mengalami ruam pada badan bagian atas dan lengan karena kotrimoksazol.

6.Dosis terlalu tinggi

Penyebabnya adalah:

  • Dosis terlalu tinggi (sehingga menyebabkan toksisitas)
  • Memerlukan pemantauan tambahan (untuk menentukan apakah dosis terlalu tinggi bagi pasien)
  • Frekuensi terlalu singkat
  • Durasi terlalu lama
  • Interaksi obat (sehingga meningkatkan jumlah obat aktif dalam tubuh, mengakibatkan toksisitas pada pasien)

Contoh: Pasien mengalami bradikardia dan blok jantung derajat kedua karena digoksin 0,5 mg/hari yang terlalu tinggi. Pasien sudah lanjut usia dan mengalami penurunan fungsi ginjal.

7.Kepatuhan

Penyebab masalah ini antara lain:

  • Tidak memahami instruksi pengobatan
  • Tidak dapat membeli obat
  • Pasien memilih tidak menggunakan obat
  • Pasien lupa menggunakan obat
  • Produk obat tidak tersedia (tidak tersedia suplai obat yang cukup bagi pasien)
  • Tidak dapat menelan/menggunakan obat

Contoh: pasien tidak ingat menggunakan tetes mata timolol untuk kondisi glaukoma yang dialaminya

Sementara itu, menurut PCNE, klasifikasi DRP dibagi menjadi 3: dengan kode P1. efektivitas terapi, P2. keamanan terapi, dan P3. lainnya. Lebih lengkapnya, dapat diunduh di sini.

Begitu DRP dapat diidentifikasi, apoteker perlu memperhatikan cara mendeskripsikan masalah tersebut dengan singkat, akurat, dan informatif. Pernyataan deskripsi masalah terkait obat terdiri dari 3 komponen:

  1. Deskripsi kondisi medis pasien/keadaan klinis
  2. Terapi obat yang terlibat
  3. Hubungan spesifik antara terapi obat dan kondisi pasien

Identifikasi DRP tidak hanya menentukan solusi yang akan dilakukan, tetapi juga mempengaruhi komponen lain dari pelayanan, misalnya parameter klinis dan laboratorium yang akan dievaluasi dan jadwal follow-up yang direncanakan.

Contoh cara mendeskripsikan DRP dan kaitannya dengan tindak lanjut yang dilakukan adalah sebagai berikut:

  • Seorang pasien berusia 29 tahun mengalami kejang karena kadar fenitoin subterapi >> masalah ini memerlukan peningkatan dosis fenitoin
  • Seorang pasien 29 tahun tidak mematuhi terapi fenitoin yang diberikan karena lupa, dan dia mengalami kejang berlanjut. >> masalah ini dapat diatasi dengan memberikan pengingat minum obat atau diary pengobatan untuk membantunya mengingat pengobatan yang dilakukan.

Masalah terapi obat yang telah diidentifikasi sebaiknya juga diprioritaskan berdasarkan urgensinya. Urgensi dapat dilihat menurut tingkat potensi bahaya yang dapat ditimbulkan, persepsi pasien terhadap potensi bahaya, dan seberapa besar kemungkinan bahaya ini dapat terjadi.

Setelah diprioritaskan, list masalah ditinjau dan masalah berikut harus dapat diatasi:

  • Masalah mana yang harus diselesaikan/dicegah segera dan manakah yang dapat menunggu?
  • masalah manakah yang dapat diatasi oleh apoteker dan pasien secara langsung?
  • Masalah manakah yang membutuhkan intervensi pihak lain (dokter, perawat, tenaga kesehatan lain, anggota keluarga, dan lain sebagainya)

Apoteker memiliki tanggung jawab besar dalam mengidentifikasi DRP. Tanggung jawab ini berakar dari pengetahuan dan pengalaman mereka dalam farmakologi, farmakoterapi, patofisiologi, dan toksikologi. Kendati demikian, pasien juga dapat mengidentifikasi masalah terkait obat yang dialaminya, misalnya melalui pemeriksaan sendiri dan perbandingan introspektif dengan kondisi kesehatan sebelumnya maupun kondisi teman, kenalan, dan anggota keluarga lain.

Dokumentasi DRP juga penting ditambahkan pada rekam medis pasien yang meliputi kondisi medis/penyakit/keluhan, terapi obat yang berhubungan, serta penyebab masalah yang mungkin terjadi. Dokumentasi akan lebih efisien jika dilakukan dalam rencana perawatan untuk setiap kondisi medis yang terlibat. Intervensi yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah akan berhubungan dengan rencana terapi. Tindakan yang dilakukan selanjutnya, seperti meningkatkan dosis, menghentikan terapi, dsb juga perlu dicatat, termasuk pihak yang terlibat dalam penyelesaian masalah tersebut.

Referensi:

Cipolle, et al. 2012. Chapter 5. Drug Therapy Problems. dalam Pharmaceutical Care Practice: The Patient Centered Approach to Medication Management Services. McGraw-Hill

PCNE Classification for Drug-Related Problems V9.1. 2020

Leave a comment